Rabu, 24 Agustus 2011

Masihkah Kita Merdeka Saat Ini?!

Kurang dari satu bulan lagi kemerdekaan Indonesia menginjak usia 66 tahun. Untuk ukuran sebuah negara usia ini bukanlah usia yang singkat dan seharusnya di usia yang matang ini Indonesia sudah menjadi bangsa yang tangguh, bangsa yang kuat, dan bangsa yang mandiri. Namun kenyataannya saat ini Indonesia justru semakin terpuruk. Banyak permasalahan yang harusnya bisa terselesaikan namun semakin hari justru semakin menjauhi garis finis. Permasalahan bangsa saat ini justru semakin meluas. Krisis multidimensi yang semakin parah, krisis kepemimpinan yang sedang melanda bahkan saat ini Indonesia mulai kehilangan jati dirinya. Jika permasalahan yang ada tidak cepat diselesaikan bukan suatu yang mustahil Indonesia kembali menjadi negara boneka untuk negara lain seperti ketika zaman penjajahan, baik Belanda maupun Jepang.
Krisis multidimensi yang mendera bangsa ini semakin parah dan cakupannya pun semakin kompleks. Krisis ini diawali dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini pada tahun 1997, pada tahun tersebut ekonomi kita anjlok bahkan terdepresiasi paling besar diantara negara ASEAN yang lain. Padahal menteri perekonomian saat itu mengatakan bahwa sistem ekonomi kita kuat karena dilihat dari berbagai aspek sehingga krisis yang dialami Meksiko dan Thailand tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian kita, namun nyatanya justru ekonomi kita yang katanya ‘kuat’ semakin terpuruk dan sampai terhempas. Setelah krisis ini berakhir dan ekonomi kita mulai ‘bangkit’ melalui belas kasihan IMF yang pakai pamrih, krisis yang baru segera dimulai. Mengapa? Karena uang yang kita pinjam bukanlah tanpa pamrih dan pamrihnya pun bukan sekedar bunga yang tinggi, melainkan hal yang lebih buruk lagi yakni dikontrolnya laju perekonomian kita dengan perjanjian yang kita tandatangani sebelum meminjam uang. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah baru. Sejak krisis 1997, jumlah pengangguran di Indonesia meningkat. Hal ini tentu saja disebabkan banyaknya pabrik-pabrik dan perusahaan yang bangkrut sehingga mereka harus memangkas jumlah pekerjanya bahkan memulangkan semuanya. Dan jumlah penganggurannya pun akan semakin bertambah karena perekonomian kita saat ini dikuasai oleh korporasi asing. Krisis yang terjadi sekarang merambah ke krisis moral masyarakat negeri ini. Bagaimana tidak, saat ini semakin banyak masyarakat yang terhimpit kebutuhan ekonominya sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk dengan cara-cara yang bertentangan dengan agama yang mereka anut. Belum lagi masalah KKN terutama ‘kebiasaan’ korupsi. Indonesia menganut asas desentraslisasi, korupsinya pun menganut asas ini. Dari jabatan di pemerintah pusat sampai di permerintah daerah bahkan kelas ikan teri seperti RT sudah menerapkan desentralisasi ini. Krisis yang terlihat telah berlalu padahal sebenarnya masih membayang-bayangi bangsa ini semakin memperpanjang daftar keterpurukan Indonesia. Krisis yang nyatanya hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan justru menimbulkan krisis yang baru yakni krisis kepercayaan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi semakin membuat rakyat tidak percaya. Krisis kepercayaan ini sama saja dengan krisis kepemimpinan.
Krisis kepemimpinan sedang melanda bangsa ini. Krisis yang terjadi saat ini membuat rakyat semakin tidak percaya dengan pemimpinnya. Ini dikarenakan permasalahan-permasalahan besar yang muncul ke permukaan tidak mampu diselesaikan bahkan tidak akan pernah selesai dan terungkap. Dari beberapa lembaga survey hasilnya pun menunjukkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya yang cukup signifikan. Sebagai seorang pemimpin, seharusnya ia sadar bahwa masyarakat Indonesia tidak bodoh seperti yang ia kira. Tidakkah ia sadar bahwa lambat laun masyarakat akan menyadari bahwa pemimpinnya tidak bersungguh-sungguh memimpin bangsa ini. Dari hari ke hari justru kebobrokannya semakin terlihat. Ia pun disibukkan dengan politik pencitraannya sendiri, ia berpidato seolah-olah akan melakukan hal yang besar padahal isi pidatonya sendiri saja menggantung, apanya yang tegas jika seperti ini. Belum lagi keluhan-keluhannya, sepertinya ia tidak paham bagaimana harus bersikap kepada rakyatnya. Seorang pemimpin tidak seharusnya mengeluh di hadapan rakyatnya. Jika ia sadar dan melihat bagaimana keadaan rakyatnya saat ini, apakah pantas ia dalam kenyamanan seorang presiden mengeluh pada rakyatnya. Ia bisa makan enak tanpa harus mengemis, sedangkan rakyatnya di luar sana bahkan ada yang sudah berhari-hari tidak makan. Apa yang ia harapkan dari mengeluhnya? Simpati dari rakyat? Jawabannya nihil kan, sekarang justru rakyatnya mulai tidak percaya dengan kepemimpinannya. Rakyat justru sadar bahwa pemimpinnya tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada mereka dan juga senang sekali membual.
Masalah yang juga tidak kalah penting ialah masalah hilangnya jati diri bangsa. Bangsa Indonesia yang hampir berusia 66 tahun ini seharusnya semakin menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang besar, bangsa yang merdeka, bangsa yang berdaulat, dan bangsa yang mandiri. Namun kenyataannya bangsa ini bukan bangsa yang memiliki kemandirian lagi. Kemandirian bangsa ini sudah terenggut, sekarang bangsa ini menjadi bangsa yang selalu mengharapkan belas kasihan orang lain dan bertumpu dengan bangsa lain. Padahal bangsa lain yang memberi belas kasihan pun selalu mengharapkan pamrih dari bangsa ini dengan cara memanfaatkan sumber daya manusianya dan mengeruk sumber daya alamnya. Dari hari ke hari justru kita semakin melupakan landasan negara kita. Bukti nyatanya adalah tidak diamalkannya pancasila dalam kehidupan nyata, bahkan banyak masyarakat kita yang tidak hafal pancasila. Selain itu, ada beberapa aturan hukum di bawah UUD 1945 yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan landasan konstitusional tersebut. Hukum-hukum dan peraturan yang ada seharusnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Namun nyatanya ada banyak peraturan yang justru mensengsarakan rakyat. Misalnya ada salah satu UU yang isinya menyatakan bahwa kepemilikan asing terhadap aset negara bisa mencapai 95%, hal ini tentu saja bertentangan dengan UUD pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa kekayaan alam negeri ini dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Jika kepemilikan asetnya saja bisa mencapai 95% maka kita yang notabenenya masyarakat Indonesia sendiri seperti menumpang di negerinya sendiri bahkan kita menjadi kuli di negeri sendiri. Sungguh miris melihat Indonesia kehilangan jati dirinya yang juga mengakibatkan kita menoleh dari tujuan mulia bangsa ini yang dirumuskan oleh the founding fathers, meskipun secara tertulis dan lisan tujuan bangsa ini masih sama seperti tujuan yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak agen-agen korporatokrat yang bermain dan menekan pemerintah inlander bangsa ini demi mencapai tujuan kelompoknya. Sepertinya gemuruh dan gegap gempita pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional bangsa ini telah redup. Belum lagi ditambah dengan permasalahan ‘globalisasi’ yang membuat bangsa ini seolah bingung akan jati dirinya.
Menanggapi berbagai permasalahan yang ada mulai dari krisis multidimensi sampai krisis jati diri, saya mengajukan sebuah pertanyaan ‘masihkah kita merdeka saat ini?’. Sebuah pertanyaan yang akan menjadi lebih baik jika direnungkan daripada dijawab.

Creative By :
Listya Kurnia (Pendidikan Fisika FMIPA dan Green Force UNJ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar