Jumat, 02 September 2011

mohon maaf lahir batin

kami dari seluruh pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Sosiologi mengucapkan " selamat hari raya idul fitri 1432 hijriah" semoga apa yang kita lakukan dahulu selama puasa di berkahi oleh Allah SWT.
dan semoga kita tahun mendatang dapat bertemu kembali ke hari raya idul fitri tahun depan. AMIN!

Kamis, 01 September 2011

Nasi Kucing Melebur Individualism




Nasi kucing murah harganya, nampak memelas bentuknya, tapi tak kehilangan kelezatannya. Dalam diri nasi kucing, tersimpan kasih sayang untuk si lemah, si pas-pasan, si kekurangan dan mereka ang tengah berjuang mengarungi kehidupan. Sekepal nasi kucing bisa menemani para mahasiswa, para buruh pabrik, para pengangguran dan anak - anak sekolah yang cekak uang saku, si kecil , si kalah atau mereka yang terpinggirkan. Tak sedikit yang merasa pernah dibesarkan oleh nasi murah ini saat mereka masih miskin atau pas-pasan dalam merintis jalan ke masa depan.

Kini nasi kucing menjadi bagian kehidupan semua strata masyarakat. Krisis moneter 1997 sangat berperan menambah populasi angkringan dibanyak kota. Bisnis angkringan bak cendawan di musim hujan di Yogya dan kota-kota lain. Bahkan nangkring di angkringan seolah menjadi tren dan menjadi gaya hidup. Penikmat angkringan dari semua segmen menjadi sebuah ciri khas kebersamaan dan interaksi sosial yang erat. Angkringan tradisional menjadi simbol ekonomi kerakyatan dan kultur kebersamaan ang dibangun spontan. Tidak disengaja.

Fenomena angkringan merupakan kultur urban yang berkembang jauh sebelum muncul kafe-kafe. Ketertarikan konsumen dengan angkringan bukan karena makanan namun lebih pada menikmati suasana santai, informal, dan bebas. Penikmat bebas membicarakan apa saja diangkringan dengan berbagai keterbatasan seperti ciutnya tempat, sehingga berdesak-desakan dan sebagainya.

Kenyataan ini justru membuat seseorang menjadi tak canggung untuk saling sapa sehingga cepat kenal dan akrab, akan berbeda jika seseorang ketika datang dikafe

Menu - menu di angkringan :
1. Nasi Kucing
Spoiler for Menu




Rp.1000
Nasi Kucing sendiri terdapat 2 variasi..
Nasi Oseng tempe, dan nasi teri/sambel teri
setahu saya itu..


2. Aneka Sate
Spoiler for Menu



Rp. 500-1000
Sate yg disediakan biasanya, Sate usus, dan ati ampela..


3. Aneka Bacem`an
Spoiler for Menu




Rp.500-1500
Bacem`an ada Kepala dan Ceker, biasanya sebelum disantap dibakar dulu...


4. Gorengan
Spoiler for Menu



Rp.500
Gorengan aneka macem, ada tahu, mendoan, bakwan ...


5. Es Jeruk
Spoiler for Menu


Rp. 1000-1500


6. Es Teh Manis
Spoiler for Menu


Rp.1000


7. Menu yang kaga ada di angkringan..
Spoiler for Ehem



Tambahan dari kaskuser :
Quote:
Original Posted By tina_tique
menunya kurang satu tuh,gan...
belum ada 'susu jahe'


8. Wedang Jahe
Spoiler for Menu



Wedang Jahe  anget gan....


9. Jahe Susu
Spoiler for Menu


Jahe susu maknyuz.. 


Hemmm... segitu dulu aja de.. cape ngetiknya...
Pokok`nya Angkringan mah mantap buat para mahasiswa yg lg tongpes ( kantong kempes )


Sumber Ini Neh
 
creative by
Adhitya Guntur (Universitas Islam Indonesia Fakultas Ekonomi 2007)
Nurahmanu Bagus F.R (Universitas Negeri Jakarta Fakultas Ilmu Sosial 2009) 

Rabu, 24 Agustus 2011

Belum Merdeka??

1945, 17 agustus Ir. Soekarno didampingi Drs. mohammad hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di jalan pegangsaan Jakarta pusat. Di bawah tekanan golongan muda sebagai perwakilan suara rakyat yang memimpikan kemerdekaan tanah air. Semangat memerdekakan tanah air bukan semangat yang datang tanpa sebab, semangat ini hasil dari kejenuhan rakyat nusantara memijakan kakinya di tanah kelahiran di bawah jajahan asing. Darah, air mata, keringat serta nyawa yang tercecer di medan perang, adalah bukti dari pendahulu kita punya cita-cita. cita-cita untuk mengkondisikan anak cucu mereka terlahir di atas republik Indonesia yang merdeka, anak cucu yang nantinya bisa meneruskan perjuangan mempertahankan republik tanpa batasan dengan karyanya.

Agresi militer belanda I & II ?? mereka yang datang kembali mencoba peruntungan untuk menguasai tanah air berhasil dipukul mundur. Sekali lagi berkat para pendahulu yang masih mempertahankan impian serta semangat mereka, “MERDEKA” mungkin adalah kata terakhir yang diteriakan sebelum peluru menembus jantung mereka yang gugur dihadapan musuh. Kini setelah 66 tahun kemerdekaan dan kebebasan mengibarkan merah putih di ujung tiang, masih ada yang merasa belum merdeka? Coba untuk tengadahkan kepala dan bayangkan kalian yang hidup sekarang ini mati dalam perjuangan menggapai kemerdekaan yang akhirnya terwujud. Puluhan tahun kemudian, anak cucu kalian yang tidur, terbangun, berjalan, berlari, bermain, dan berkarya berkat jasa kalian teriak dengan lantang “BELUM MERDEKA”, apa yang kalian rasakan? Menyesal? Ya, Menyesal sudah mencurahkan jiwa dan raga untuk kebebasan tanah air yang belum juga cukup bagi anak cucu kalian sendiri.

Maka hargailah semangat mereka, hargai kerelaan mereka berbakti kepada negri. Hingga mereka bisa terbaring tenang di bawah tanah, tanah tempat kelahiran kemerdekaan berkat lahirnya mereka. KITA SUDAH MERDEKA pertahankan kalimat itu, dan buktikan kemerdekaan itu ada dengan perjuangan kalian, perjuangan yang dilakukan dengan cara kalian masing-masing. Jangan ragu untuk berkarya, ingat kita sudah merdeka. Suara, tulisan, fikiran, dan gerak kalian para cucu pejuang penerus bangsa sudah menjadi hak bagi kalian. Maka pergunakanlah hak itu tanpa rasa takut untuk melanjutkan perjuangan. Malu? Takut gagal? Untuk apa merdeka kalau berkarya saja masih ragu dan takut.

Lanjutkan perjuangan saudaraku, teriakan “MERDEKA” karna kita begitu. Lanjutkan perjuangan saudara nusantara, masih ada satu tujuan yang menjadi tanggung jawab kita bersama yang bernafas hari ini. Yakni “KE-MERDESA-AN”. Hargai, hormati, dan jadikan inspirasi karya para pahlawan pendahulu kita. selamat meneruskan perjuangan saudaraku.

Terima kasih pahlawan, teriring permohonan maaf kami para penerus perjuangan.
17 agustus, 2011


Creative By :
Fachrie Abdillah Nuban (Sosiologi Pembanggunan FIS dan Waketu Dep.INFOKOM)

JACQUES LACAN

Jacques lacan adalah tokoh yang sangat berpengaruh didalam psikoanalisa dengan teorinya yang menafsirkan ulang karya-karya freud, selain dianggap memberikan terobosan di dalam psikoanalisa lacan juga dianggap mengacaukan teori psikoanalisa konvensional. Jacques lacan adalah seorang terapis perancis yang memiliki latar belakang filsafat dan surealisme. Lacan menganggap psikoanalisa khususnya amerika sudah bergeser dari konsep awal yang dicetuskan freud karena lacan menganggap para terapis telah menjadikan pasien-pasiennya sebagai obyek penelitian dan para terapis telah melakukan interupsi dalam porsi besar-besaran terhadap perkembangan pasiennya karena lacan beranggapan bahwa psikoanalisa adalah ilmu pengobatan yang didalam prakteknya seorang terapis tidak boleh ikut campur dalam perkembangan pasiennya dan hanya membuka jalan kepada wilayah tidak sadar pasiennya dan membiarkan pasiennya yang menemukan jalan keluar permasalahannya sendiri.
Lacan juga menyadari  bahwasanya pemikiran freud yang dipelajarinya selama ini adalah pemikiran yang keliru karena freud yang dipelajariya adalah freud berdasarkan pemahaman Freudian perancis dan freud yang mendominasi amerika. kemudian ia memutuskan untuk membaca ulang karya freud dan berusaha untuk memahami pemikiran freud yang sesungguhnya. Secara garis besar pengaruh yang dominan dalam teori lacan adalah pemikiran freud, filsafat hegel dan filsafat strukturalis dan post strukturalis.
Jacques lacan dengan mengacu pada freud melakukan beberapa terobosan dalam pandangannya mengenai wilayah tak sadar bukanlah sebagai penyebab, melalui teorinya ini lacan menegaskan bahwa wilayah tak sadar bukanlah yang menentukan neurosis. Penjelasannya ini sekaligus meluruskan kesalahpahaman terhadap teori freud yang selama ini dipahami sebagai menyatakan bahwa wilayah tidak sadar adalah penyebab neurosis. Lacan menyatakan “wilayah tak sadar merupaka diskursus dari yang lain” wilayah tidak-sadar adalah yang lain itu sendiri, asing dan tak terpahami, kemudian peranan terapis disini adalah sebagai sarana bagi wilayah tak sadar ini untuk menampilkan dirinya. Didalam wilayah tidak sadar sendiri terdapat hasrat yang menurut freud hasrat merupakan harapan atau keinginan yang bersifat tidak disadari dan menjadi pendorong bagi tindakan seseorang yaitu mencari pemenuhan akan hasratnya. Sedangkan lacan memandang hasrat dengan tambahan pengaruh filsafat hegel yang memahami hasrat sebagai hasrat akan pengakuan atau seseorang yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya karena dengan demikianlah dia mendapatkan kepastian akan dirinya. Lacan juga menyebutkan bahwa subyek terletak dalam wilayah tak sadar bahwa hasrat adalah kebenaran sang subyek dan subyek merealisasikan dirinya lewat bahasa.

Sekilas Konsep pemikiran lacan
Dalam pemikiran lacan dengan mengacu pada pemikiran freud tentang fase perkembangan manusia lacan menjabarkan bahwasanya ada tiga fase didalam diri manusia yaitu the real, imajiner, dan simbolik. Didalam fase the real adalah masa seorang subyek berada didalam suatu keadaan yang serba berkecukupan dalam artian segala sesuatu yang ia butuhkan sudah terpenuhi dengan sendirinya, contohnya adalah bayi yang berada didalam rahim sang ibu dimana sang bayi berada dalam kenyamanan dan serba berkepenuhan yang disuplai oleh tubuh ibunya serta keduanya menyatu didalam satu tubuh. Kemudian dilanjutkan kedalam the imajiner atau fase cermin. Yaitu satu kondisi dimana subyek telah menyadari bahwa ia terpisah dari tubuh ibunya dan memiliki satu keutuhan yang berbeda dari ibunya yang digambarkan dengan seorang anak dihadapkan didepan cermin yang kemudian sang anak mengidentifikasi bahwa citra cermin yang dihadapannya adalah “dia” padahal disisi lain citra yang dipantulkan hanyalah sekedar pantulan cermin yang kemudian terjadilah keterplesetan dalam proses pengidentifikasian diri oleh subyek. Selain itu dalam pemikiran lacan dalam fase cermin telah terjadi alienasi didalam diri subyek yaitu  citra yang dipantulkan dan diidentifikasikan oleh subyek tidak lain adalah sebuah pengharapan “the other” terhadap diri subyek itu sendiri. Jadi alienasi didalam pemikiran lacan adalah masuknya pengharapan “the other” kedalam diri seorang anak. Contohnya seorang anak yang bersekolah, apakah mengikuti pendidikan formal merupakan keinginan murni dari anak tersebut? Apakah tidak ada kontribusi keinginan “the other” terhadap si anak yang kemudian ia memutuskan untuk masuk sekolah? The other dalam lacan adalah orang lain yang ada disekeliling subyek. Yaitu keluarga, saudara, tetangga DLL.
Setelah fase imajiner kemudian subyek masuk ke ranah the simbolik, yaitu fase dimana keberadaan subyek telah diakui oleh struktur bahasa dan masuknya struktur bahasa kedalam diri subyek melalui penamaan dan pernyataan. Namun antara fase imajiner dan simbolik keberadaannya saling bertubrukan dan tidak jelas batasan antara keduanya. pada fase simbolik bayi berkeinginan untuk memiliki identitas lengkap yang disebut “aku”. Ketika tercebur ke dalam dunia bahasa, bayi, mau tidak mau harus tunduk pada aturan sistem penandaan di ruang bahasa. Penanda, intinya beroperasi secara negatif. Sebuah penanda tidak serta merta menunjuk petanda tertentu, melainkan penanda yang lain. Artinya, penanda beroperasi dengan hukum perbedaan. Penanda “ibu” tidak semata menunjukkan adanya “ibu” sebagai petanda melainkan secara berbeda menunjuk adanya ayah. Karena ketundukan pada rotasi dan permainan penandaan inilah, mencapai identitas akan kembali menjadi mustahil. Identitas hanyalah kesemuan yang disebabkan adanya efek penandaan; identitas adalah karya penandan. Keterjebakan dalam bahasa membuat manusia secara tidak sadar masuk dalam lingkaran penanda (circle of signifiers) ini. Konsekuensi logisnya, hasrat tidak dapat menunggangi bahasa, dan bahasalah yang memanipulasi hasrat.
Bentuk lain dari hasrat adalah “keinginan untuk menjadi” sebuah subyek yang utuh, tidak terbelah dan tanpa kekurangan dan penuh dengan pemenuhan. Hasrat ini berarti hasrat kembali pada Yang Real, yang telah menghilang saat dikenakan bahasa. Hasrat untuk kembali pada sesuatu yang tidak mungkin lagi dijelajahi oleh bahasa dan simbol.
Kekurangan (lack) adalah ibu kandung dari hasrat. Secara eksistensial manusia dikendalikan oleh berbagai rasa kehilangan dan kekurangan. Kehidupan manusia seperti merupakan ajang pencarian pemenuhan akan sesuatu yang kurang. Kekurangan yang dimiliki subyek ini tentu tidak akan pernah menjadi penuh atau dapat terpenuhi dan diibaratkan seperti sumur yang apabila diisi tidak akan pernah penuh. Dalam bahasa Lacan, tidak mungkin kembali pada yang Real. Hal ini sangatlah wajar dengan mengingat sumber rasa kekurangan pada manusia. Sumber kekurangan adalah kehilangan “kepenuhan” dalam fase the real, sementara didalamnya tidak berdiam bahasa yang mungkin digunakan untuk mengenali kepenuhan tersebut. Bahasa yang muncul setelahnya, tidak dapat menjangkau ruang the Real, sehingga manusia dengan bahasa seperti mengejar “kepenuhan” yang tidak dikenali sama sekali.

Creative By :
Fachrie Abdillah Nuban (Sosiologi Pembanggunan FIS dan Waketu Dep.INFOKOM)

Akankah Kesejahteraan Hanya Sebatas Impian?

Pengamen jalanan, pedagang asongan, pengemis harian, serta berbagai macam profesi ‘ahli’ yang penghasilan per-bulannya berada di bawah garis kemiskinan merupakan pemandangan biasa yang sering kita lihat di persimpangan ibu kota. Hal tersebut adalah salah satu bukti bahwa kemiskinan masih melanda bangsa dan negara kita, Indonesia tercinta. Negara yang katanya memiliki luas daerah terbesar ke-empat se-dunia, memiliki jumlah penduduk terbesar ke-tiga se-dunia, memiliki begitu banyak keanekaragaman hayati, serta memiliki sumber daya alam yang melimpah, ternyata sebagian besar rakyatnya masih merasakan pahitnya kehidupan.
Amanat yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945 sepertinya belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintahan. Berbagai macam kontrak kerja sama dengan pihak asing yang seharusnya bersifat simbiosis mutualisme tidak diindahkan keberadaannya dan cenderung menguras sumber daya alam kita. Begitu pula dengan berbagai kasus illegal logging yang pada tahun 2008 lalu hanya menyisakan 25% dari total kawasan hutan yang ada di Indonesia. Belum lagi kita harus menanggung seluruh kerusakan alam sebagai akibat dari tidak adanya regulasi terhadap UU yang mengaturnya.
Semua karena hasil dari korporatokrasi. Inilah yang menarik perhatian saya, setelah membaca buku terkait dengan apa itu korporatokrasi, pikiran saya mulai terbuka. Mengapa hingga saat ini Indonesia belum bisa dikatakan sejahtera, padahal di satu sisi kita adalah negara yang kaya. Korporatokrasi. Itulah jawabannya. Korporatokrasi, menurut wikipedia, dilukiskan sebagai sistem kekuasaan yang dikontrol oleh berbagai korporasi besar, bank-bank internasional, dan pemerintahan. Atau menurut M. Amien Rais dalam bukunya “Agenda-Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia!”, korporatokrasi merupakan sistem atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomi dan politik global yang memiliki 7 unsur, yaitu: korporasi-korporasi besar; kekuatan politik pemerintahan tertentu, terutama Amerika dan kaki tangannya; perbankan internasional; kekuatan militer; media massa; kaum intelektual yang dikooptasi; dan terakhir, yang tidak kalah penting adalah elite nasional negara-negara berkembang yang bermental inlander, komprador, atau pelayan. Dan sayangnya, elite nasional Indonesia sepertinya cenderung bermental inlander.
Bayangkan saja, entah apa yang ada di dalam pikiran para pemegang kekuasaan di negeri ini, mungkin karena kurang puas dengan kebodohan Kontrak Karya II Freeport yang baru akan berakhir pada tahun 2041, dengan mudahnya kita mengulang kesalahan yang dilakukan sehingga Kontrak Kerja Sama Blok Cepu berlaku hingga tahun 2036. Setiap kebijakan yang dilakukan justru lebih menguntungkan pihak asing dibandingkan bangsa sendiri. Tak bisa dibayangkan berapa banyak kekayaan alam Indonesia yang telah dikuras habis-habisan dan berapa banyak rupiah yang harus kita keluarkan untuk memulihkan keadaan alam itu seperti semula.
Mental dan moral pemimpin Indonesia sepertinya memang harus dirombak ulang. Mungkin ini semua akibat dari hutang negara yang tak ada ujungnya, sehingga elite nasional kita merasa tertekan dengan ancaman para korporasi besar. Bahkan pemberian pinjaman menjadi suatu kebanggaan bahwa negara kita masih dipercaya oleh mereka, dan entah kenapa kita jadi merasa berada di posisi yang ‘aman’. Hutang Indonesia masih ‘aman’, kira-kira begitulah cuplikan dari line news salah satu stasiun televisi swasta. Sungguh miris membacanya. Hutang yang harus ditanggung sekitar 10 juta oleh setiap bayi yang baru lahir di Indonesia justru dianggap masih berada di posisi yang ‘aman’.
Mungkin akibat dari syndrome peminjam uang itulah para elite nasional kita jadi bermental inlander, mental pelayan. Melayani setiap kemauan para korporasi. Menuruti setiap perkataan sang majikan -padahal perlu ditegaskan bahwa rakyat Indonesia lah majikan yang sebenarnya- sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil pun harus atas persetujuan sang majikan. Privatisasi BUMN salah satunya. BUMN yang notabenenya harus dikelola demi peningkatan pendapatan negara, harus rela kita swastanisasi kepada pihak asing yang tujuan mutlak hidupnya adalah mencari keuntungan. Setelah menyadari bahwa keuntungan yang kita dapat jika kita mengelolanya sendiri lebih besar, barulah kita menyesal dan berusaha mencari jalan untuk mendapatkan kembali BUMN tersebut, jalan yang ternyata tidak ada ujungnya.
Terakhir, yang paling berbahaya dari itu semua adalah state capture corruption atau korupsi yang menyandera negara. Korupsi yang menyandera negara inilah yang telah melenyapkan harapan bangsa untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan tanpa ujung, korupsi yang justru dilakukan oleh pemerintahan, yang pemberantasannya tidak dapat dilakukan kecuali berasal dari hati nurani pemerintahannya sendiri. Dan kita hanya dapat berharap hal itu bisa terjadi, jika tidak mau dikatakan tidak mungkin dapat terjadi.
Oleh karena itulah, sebagai generasi penerus bangsa yang notabene akan melanjutkan kegiatan pemerintahan, sudah sepatutnya kita mempersiapkan diri untuk membenahi Indonesia yang kenyataannya saat ini masih jauh dari kategori negara maju. Agar Indonesia tidak hanya menjadi boneka bagi kepentingan korporasi asing, agar suatu saat nanti Indonesia akan merindukan suara nyaring pengamen jalanan, agar kesejahteraan itu tidak hanya sebatas impian.

 Creative By :
Titia Rakhmawati (Pendidikan Matematika FMIPA dan Green Force)

Esensi Mahasiswa

Menjadi mahasiswa sungguh luar biasa, perubah peradaban, bangkitkan jiwa raga. Masih terngiang lagu MPA FMIPA UNJ  tahun lalu ketika kami menginjakkan kaki di kampus perjuangan ini. Lagu yang membakar semangat setiap jiwa yang mendengarnya. Mahasiswa. Sebuah gelar luar biasa yang menjadi tidak biasa jika kita dapat mengolahnya dengan sempurna. Hanya dengan gelar inilah kita mampu berusaha mewujudkan ketiga tri dharma perguruan tinggi. Hanya dengan gelar inilah kita dapat memaksimalkan potensi kita sebagai agent of change, social control, dan iron stock di lingkungan masyarakat.
Sesungguhnya generasi yang besar bukanlah generasi yang ternikmati oleh romantisme para pendahulunya. Bukan berarti kita melupakan sejarah, namun sejatinya seorang mahasiswa justru haruslah membuat sejarah. Membuat batu bata peradaban. Yang akan berguna bagi generasi kita selanjutnya. Yang paling penting adalah kita dapat meninggalkan warisan bagi generasi berikutnya. Tinggalkanlah tinta-tinta emas itu untuk generasi penerus kita.
Mahasiswa ke depan harus bisa menghadapi tantangan zaman. Karena bangsa ini membutuhkan mahasiswa yang luar biasa. Jika kita belum menjadi mahasiswa yang luar biasa, paling tidak kita sedang membangun diri menjadi mahasiswa yang luar biasa. Jangan pernah diam. Karena ini masa muda, masa yang penuh gelora. Manfaatkanlah masa muda ini dengan sebaik-baiknya.
Bangunlah generasi yang baik kedepannya. Dimulai dari dirimu sendiri. Jadilah dirimu sendiri. Jadikanlah dirimu seperti apa yang ingin kau jadikan. Jadikanlah dirimu bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Jadikanlah dirimu mutiara di tengah-tengah pasir. Kenali dirimu. Kenali potensimu. Lalu lihatlah apa yang terjadi beberapa tahun lagi setelah apa yang kau lakukan.
Teringat pula akan perkataan Hasan Al Banna, “Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karakter yang melekat pada pemuda. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yuang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Hal itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda”. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa yang mempunyai jiwa muda nan menggelora, sudah sepatutnya lah kita turut serta berjuang mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!

Creative By:
Titia Rakhmawati (Pendidikan Matematika FMIPA dan Green Force)

Masihkah Kita Merdeka Saat Ini?!

Kurang dari satu bulan lagi kemerdekaan Indonesia menginjak usia 66 tahun. Untuk ukuran sebuah negara usia ini bukanlah usia yang singkat dan seharusnya di usia yang matang ini Indonesia sudah menjadi bangsa yang tangguh, bangsa yang kuat, dan bangsa yang mandiri. Namun kenyataannya saat ini Indonesia justru semakin terpuruk. Banyak permasalahan yang harusnya bisa terselesaikan namun semakin hari justru semakin menjauhi garis finis. Permasalahan bangsa saat ini justru semakin meluas. Krisis multidimensi yang semakin parah, krisis kepemimpinan yang sedang melanda bahkan saat ini Indonesia mulai kehilangan jati dirinya. Jika permasalahan yang ada tidak cepat diselesaikan bukan suatu yang mustahil Indonesia kembali menjadi negara boneka untuk negara lain seperti ketika zaman penjajahan, baik Belanda maupun Jepang.
Krisis multidimensi yang mendera bangsa ini semakin parah dan cakupannya pun semakin kompleks. Krisis ini diawali dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini pada tahun 1997, pada tahun tersebut ekonomi kita anjlok bahkan terdepresiasi paling besar diantara negara ASEAN yang lain. Padahal menteri perekonomian saat itu mengatakan bahwa sistem ekonomi kita kuat karena dilihat dari berbagai aspek sehingga krisis yang dialami Meksiko dan Thailand tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian kita, namun nyatanya justru ekonomi kita yang katanya ‘kuat’ semakin terpuruk dan sampai terhempas. Setelah krisis ini berakhir dan ekonomi kita mulai ‘bangkit’ melalui belas kasihan IMF yang pakai pamrih, krisis yang baru segera dimulai. Mengapa? Karena uang yang kita pinjam bukanlah tanpa pamrih dan pamrihnya pun bukan sekedar bunga yang tinggi, melainkan hal yang lebih buruk lagi yakni dikontrolnya laju perekonomian kita dengan perjanjian yang kita tandatangani sebelum meminjam uang. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah baru. Sejak krisis 1997, jumlah pengangguran di Indonesia meningkat. Hal ini tentu saja disebabkan banyaknya pabrik-pabrik dan perusahaan yang bangkrut sehingga mereka harus memangkas jumlah pekerjanya bahkan memulangkan semuanya. Dan jumlah penganggurannya pun akan semakin bertambah karena perekonomian kita saat ini dikuasai oleh korporasi asing. Krisis yang terjadi sekarang merambah ke krisis moral masyarakat negeri ini. Bagaimana tidak, saat ini semakin banyak masyarakat yang terhimpit kebutuhan ekonominya sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk dengan cara-cara yang bertentangan dengan agama yang mereka anut. Belum lagi masalah KKN terutama ‘kebiasaan’ korupsi. Indonesia menganut asas desentraslisasi, korupsinya pun menganut asas ini. Dari jabatan di pemerintah pusat sampai di permerintah daerah bahkan kelas ikan teri seperti RT sudah menerapkan desentralisasi ini. Krisis yang terlihat telah berlalu padahal sebenarnya masih membayang-bayangi bangsa ini semakin memperpanjang daftar keterpurukan Indonesia. Krisis yang nyatanya hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan justru menimbulkan krisis yang baru yakni krisis kepercayaan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi semakin membuat rakyat tidak percaya. Krisis kepercayaan ini sama saja dengan krisis kepemimpinan.
Krisis kepemimpinan sedang melanda bangsa ini. Krisis yang terjadi saat ini membuat rakyat semakin tidak percaya dengan pemimpinnya. Ini dikarenakan permasalahan-permasalahan besar yang muncul ke permukaan tidak mampu diselesaikan bahkan tidak akan pernah selesai dan terungkap. Dari beberapa lembaga survey hasilnya pun menunjukkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya yang cukup signifikan. Sebagai seorang pemimpin, seharusnya ia sadar bahwa masyarakat Indonesia tidak bodoh seperti yang ia kira. Tidakkah ia sadar bahwa lambat laun masyarakat akan menyadari bahwa pemimpinnya tidak bersungguh-sungguh memimpin bangsa ini. Dari hari ke hari justru kebobrokannya semakin terlihat. Ia pun disibukkan dengan politik pencitraannya sendiri, ia berpidato seolah-olah akan melakukan hal yang besar padahal isi pidatonya sendiri saja menggantung, apanya yang tegas jika seperti ini. Belum lagi keluhan-keluhannya, sepertinya ia tidak paham bagaimana harus bersikap kepada rakyatnya. Seorang pemimpin tidak seharusnya mengeluh di hadapan rakyatnya. Jika ia sadar dan melihat bagaimana keadaan rakyatnya saat ini, apakah pantas ia dalam kenyamanan seorang presiden mengeluh pada rakyatnya. Ia bisa makan enak tanpa harus mengemis, sedangkan rakyatnya di luar sana bahkan ada yang sudah berhari-hari tidak makan. Apa yang ia harapkan dari mengeluhnya? Simpati dari rakyat? Jawabannya nihil kan, sekarang justru rakyatnya mulai tidak percaya dengan kepemimpinannya. Rakyat justru sadar bahwa pemimpinnya tidak mampu memberikan kesejahteraan kepada mereka dan juga senang sekali membual.
Masalah yang juga tidak kalah penting ialah masalah hilangnya jati diri bangsa. Bangsa Indonesia yang hampir berusia 66 tahun ini seharusnya semakin menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang besar, bangsa yang merdeka, bangsa yang berdaulat, dan bangsa yang mandiri. Namun kenyataannya bangsa ini bukan bangsa yang memiliki kemandirian lagi. Kemandirian bangsa ini sudah terenggut, sekarang bangsa ini menjadi bangsa yang selalu mengharapkan belas kasihan orang lain dan bertumpu dengan bangsa lain. Padahal bangsa lain yang memberi belas kasihan pun selalu mengharapkan pamrih dari bangsa ini dengan cara memanfaatkan sumber daya manusianya dan mengeruk sumber daya alamnya. Dari hari ke hari justru kita semakin melupakan landasan negara kita. Bukti nyatanya adalah tidak diamalkannya pancasila dalam kehidupan nyata, bahkan banyak masyarakat kita yang tidak hafal pancasila. Selain itu, ada beberapa aturan hukum di bawah UUD 1945 yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan landasan konstitusional tersebut. Hukum-hukum dan peraturan yang ada seharusnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Namun nyatanya ada banyak peraturan yang justru mensengsarakan rakyat. Misalnya ada salah satu UU yang isinya menyatakan bahwa kepemilikan asing terhadap aset negara bisa mencapai 95%, hal ini tentu saja bertentangan dengan UUD pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa kekayaan alam negeri ini dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Jika kepemilikan asetnya saja bisa mencapai 95% maka kita yang notabenenya masyarakat Indonesia sendiri seperti menumpang di negerinya sendiri bahkan kita menjadi kuli di negeri sendiri. Sungguh miris melihat Indonesia kehilangan jati dirinya yang juga mengakibatkan kita menoleh dari tujuan mulia bangsa ini yang dirumuskan oleh the founding fathers, meskipun secara tertulis dan lisan tujuan bangsa ini masih sama seperti tujuan yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak agen-agen korporatokrat yang bermain dan menekan pemerintah inlander bangsa ini demi mencapai tujuan kelompoknya. Sepertinya gemuruh dan gegap gempita pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional bangsa ini telah redup. Belum lagi ditambah dengan permasalahan ‘globalisasi’ yang membuat bangsa ini seolah bingung akan jati dirinya.
Menanggapi berbagai permasalahan yang ada mulai dari krisis multidimensi sampai krisis jati diri, saya mengajukan sebuah pertanyaan ‘masihkah kita merdeka saat ini?’. Sebuah pertanyaan yang akan menjadi lebih baik jika direnungkan daripada dijawab.

Creative By :
Listya Kurnia (Pendidikan Fisika FMIPA dan Green Force UNJ)

Sucikan Hati Berantas Korupsi

Tak terasa hari raya idul fitri tinggal seminggu lagi. Hari kemenangan pun akan tiba. Tapi apakah hati ini akan kembali fitri atau justru semakin menghitam. Tidak seharusnya bulan suci ini dibiarkan berlalu begitu saja selayaknya bulan lainnya, bahkan semestinya bulan lainnya juga menjadi bulan instropeksi diri bagi kita semua tak terkecuali para koruptor.
Sadarkah kita bahwa bulan ramadhan tahun ini begitu istimewa. Kenapa? Karena hari kemerdekaan kita, hari kebebasan kita, jatuh pada tanggal tujuh belas ramadhan. Ini juga mengingatkan kita akan suatu hal yakni perjuangan Bangsa Indonesia untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan juga bertepatan dengan bulan puasa, pembacaan proklamasinya pun dilakukan di bulan suci. Tujuh belas ramadhan, Nuzulul Qur’an atau peritiwa turunnya Al-Qur’an merupakan suatu kejadian yang sangat luar biasa dimana way of life kita diturunkan. Way of life yang menyadarkan kita antara yang haq dan yang bathil. Tidak hanya hari kemerdekaan yang bertepatan dengan Nuzulul Qur’an, namun bulan ramadhan tahun ini juga ditandai dengan ditemukannya dan tertangkapnya seorang anak manusia yang menyimpan segala saksi bisu persekongkolan para koruptor sok suci yang munafik. Dia adalah NAZARUDIN. Kasusnya sudah menggema di seantero negeri ini. Ini merupakan tantangan besar lembaga yang berwenang di negara ini untuk mengungkap, membuktikan, dan menuntaskan kasus Nazarudin. Jika semua orang memahami arti bulan suci ini maka kasus Nazarudin merupakan prototype dan harapan masyarakat yang merindukan sebuah kebenaran dan keadilan di antara beribu masalah yang menerpa bangsa ini. Ini juga merupakan pembuktian apakah orang-orang yang menangani kasus Nazarudin hari ini merupakan orang-orang yang mengerti agama dan sangat menjunjung kebenaran, karena kasus Nazarudin ini menyeret partai yang berkuasa saat ini. Jadi bukan tidak mungkin jika kasus ini hanya akan menguap tanpa kejelasan hukum, inilah yang menjadi pertanyaan besar ‘apakah kasus Nazarudin akan bernasib sama seperti kasus-kasus besar lainnya?’. Jika kasus ini menemui titik terang maka ini merupakan angin segar bagi dahaga seluruh rakyat Indonesia dan merupakan petaka bagi koruptor yang sedang dalam zona nyaman mereka menindas saudaranya sendiri.
Ayo sama-sama sucikan hati di bulan suci ini. Sama-sama mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Jangan biarkan bulan mulia ini berlalu begitu saja tanpa perbaikan diri.
AYO SUCIKAN HATI BERANTAS KORUPSI!!!!
BERGERAK MELAWAN KORUPSI ATAU DIAM MENDUKUNG KEDZALIMAN

Creative by :
Listya Kurnia (Pendidikan Fisika FMIPA dan Green Force UNJ)

Selasa, 23 Agustus 2011

Negeri 1001 Korupsi

“Korupsi lagi, korupsi lagi”, ya begitulah keluh kesah seorang mahasiswa atas kondisi bangsanya yang prestasi dalam bidang korupsi jauh lebih baik atau bahkan amat baik ketimbangan dengan prestasi bangsanya dalam mensejahterakan rakyatnya.
Hampir bosan rasanya karena setiap hari bahkan setiap waktu melihat media massa, elektronik, dan cetak terus menerus dipenuhi berita atau laporan kasus-kasus korupsi. Terheran juga mengapa kasus-kasus korupsi yang ada tidak pernah selesai dan harus dipetimatikan atau kasus-kasus korupsi yang sudah ada belum selesai diusut namun sudah bermunculan kembali kasus-kasus korupsi yang baru. Sepertinya memang ada suatu kompetisi diantara para elit pejabat kita di seluruh lembaga di negeri ini untuk berlomba-lomba dan sebanyak-banyaknya merampas kekayaan negara yang semestinya menjadi amanah mereka untuk mengolanya kemudian disampaikan kepada yang berhak.
Ya Allah, apakah ini sebuah kutukan bagi negeri yang bergelimangan sumber daya alam ini? Mengapa Engkau utus pemimpin-pemimpin yang lebih mementingkan dirinya sendiri beserta golongannya saja ketimbang mementingkan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara yang mereka pimpin? Dan kapan pula derita ini akan berakhir kemudian berganti cerita? Ataukah darah harus tertumpahkan kembali demi mewujudkan Indonesia yang merdeka dari korupsi?
Negeri ini sejatinya bukanlah negeri yang berpenghuni orang-orang bodoh dan terbelakang. Penduduk Indonesia kini telah jauh berbeda dengan zaman kerajaan, penjajahan Belanda, ataupun penjajahan Jepang. Kini penduduk Indonesia telah banyak yang cerdas, lihat saja kita (baca:Indonesia) yang selalu memenangkan olimpiade matematika, fisika, kimia, dan ilmu pasti lainnya. Kita punya banyak orang-orang yang bergelar akademik sangat luhur mulai dari sarjana sampai professor, kita punya banyak generasi muda yang kreatif inovatif dalam berkarya hingga seringkali produk yang mereka hasilkan menjadi idaman orang-orang asing, kemudian kita punya lembaga pendidikan tinggi yang namanya tersohor sampai jauh ke benua lain karena kualitasnya yang baik sehingga banyak orang-orang asing berdatangan ke sini untuk menimba ilmu. Dan terakhir padahal kita dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang cerdas karena sekolah mereka yang tinggi sampai jauh ke belahan dunia sana serta gelar merekapun rata-rata master hingga professor atau bahkan guru besar.
Tetapi mengapa korupsi seakan menjadi hal yang tidak terpisahkan dari negeri yang bernama Indonesia. Atau mungkin haruskah kita mengubah nama negeri ini dari Indonesia menjadi Nusantara, agar kita terbabas dari derita korupsi berkepanjangan?
Tanda tanya besar memang selalu menjadi jawaban yang layak atas ironi ini, korupsi sesungguhnya tindak kejahatan yang memiliki daya rusak amat sangat dahsyat khususnya untuk memiskinkan negara dan membangkrutkan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Penyakit korupsi di Indonesia telah menjalar ke seluruh lembaga dan instansi pemerintahan, baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif di negeri ini. Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa yang seharusnya hukumannya pun juga merupakan hukuman luar biasa namun apalah daya, penegakan hukum di Indonesia seperti mendewakan uang sehingga penegakan hukum senantiasa tebang pilih dan jauh dari kesan menegakkan keadilan dan memihak pada kebenaran.
Semestinya kini Indonesia harus sudah mulai memberanikan diri untuk menerapkan sistem hukuman mati bagi para koruptor dan bandit uang rakyat itu, berapapun besarnya dan apapun bentuknya korupsi tetap merupakan hina dan menyengsarakan orang lain, khususnya rakyat kecil, miskin, bodoh, dan tertindas. Koruptor harus dihukum mati dan harus dimiskinkan semua asetnya hingga koruptor tersebut jera dan dapat menjadi pelajaran bagi semua bahwa korupsi merupakan hal yang sangat hina dan merupakan tindakan kontra konstitusi, kontra reformasi, kontra revolusioner, dan kontra amanat cita-cita pendirian bangsa.
Tunggulah saja sampai Allah menurunkan keputusannya terhadap negeri 1001 korupsi ini. Kemanakah nurani dan moralmu wahai elite negeri ini? Bukankah kalian seorang yang mengenyam bangku-bangku pendidikan bahkan lanjut hingga pendidikan tinggi dan superior, kami yakin sejadi-jadinya bahwa kalian adalah orang-orang hebat dalam bidang kalian masing-masing namun mengapa kalian kini terlena dengan kekuasaan dan amanah yang telah dimandatkan kepada kalian? Ingat kami wahai pemimpinku, ingat kami yang mesti kau urus dan kau perhatikan kesejahteraannya bukan kau miskinkan dan kau sengsarakan dengan nafsu pribadi serta golonganmu, ingatlah hidup hanyalah untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya dan setiap kita pasti akan dimintai pertanggungjawaban kelak di negeri akhirat kelak atau apa yang telah diamanahkan kepada kita dan atas apa yang telah kita perbuat.
Renungkanlah wahai elite negeriku, mereka orang-orang yang miskin dan kecil itu ketika sakit mesti mebaringkan tubuhnya diatas rel kereta api karena tak mampu berobat dan hanya itu yang bisa mereka lakukan karena mereka percaya itu dapat menyembuhkan penyakit mereka ketimbang dokter, renungkanlah mereka balita-balita Indonesia yang nasib masa depan bangsa ini ada pada mereka kini mereka tergulai lemas menderita gizi buruk karena sang ibu tak mampu membeli makan. Dan renungkanlah tiap pemuda-pemudi Indonesia yang hendak lanjut pendidikannya di pendidikan tinggi tapi langkah mereka harus terhenti di depan pintu gerbang kampus karena tak mampu bayar uang kuliah dan uang masuk, padahal merekalah putra-putri terbaik bumi pertiwi ini dengan otak cerdas secepat kilat dalam berpikir melebihi super komputer apapun yang pernah ada di dunia.
Mudah-mudahan sepenggal tulisan ini dapat menyadarkan kau dan Allah restu hidayah datang menyapamu wahai kau elit negeriku sehingga kau lebih bisa berkerja berbuat untuk Indonesia bukan sebaliknya, dan tidak sibuk membalas surat rekan separtaimu yang sedang terjerat kasus korupsi dan takut anak istrinya jadi korban atas kebengisan rezimmu dalam meraup serta mempertahankan harta dan tahta di negeri Indonesia ini.

creative by :
Harman Suharmanto (Fisika FMIPA dan Green Force UNJ)

mengoreskan surat untuk perjuangan

Kawan-kawan mahasiswa setanah air masih ingatkah kalian. Mulai dari kebijakan hak pekerja dan buruh kontrak, konversi minyak dengan mengucurkan dana lewat hutang luar negeri, kebijakan pasar bebas dunia, kecurangan pemilu lewat dana pejabat BUMN, dan lain-lain. Barangkali kawan-kawan juga sudah mulai bosan dengan berita penanganan konspirasi bailout century yang merupakan sebagian kecil mata rantai untuk menunjukkan kepada busuknya pemerintahan demokrasi negeri ini.
Sesungguhnya hal-hal tersebut mungkin tidak berdampak besar bagi kita, mahasiswa yang masih ditanggung hidupnya oleh kedua orang tua dan belum menangung kewajiban sebuah keluarga.
“Tahu apa kita dengan urusan belanja ibu untuk makan sekeluarga ?”
“Apa kita juga tahu sang ayah bekerja membanting tulang untuk mensejahterakan anak-anaknya ?”
Mungkin kita tidak tahu hal itu karena saat ini kita masih saja disibukkan oleh kuliah, kegiatan hura-hura kampus, ataupun ngerumpi di kantin. Bukankah kita manusia memiliki hati nurani, saat kita lihat di kemacetan jalan bocah-bocah kecil mengais sedekah dengan suaranya yang mungil, ibu-ibu menggendong bayinya meminta harapan dari balik kaca mobil-mobil mewah.
“Mungkinkah dengan pemberian seribu rupiah dari kita, mereka dapat keluar dari kemelaratan hidup?”
Ataupun kita memiliki persepsi yang sama;
“Kenapa mereka mau bekerja seperti itu? Sampai tahun jebot pun bekerja demikian tak akan membawa mereka menjadi sejahtera”
Atau,
“Siapa suruh jadi orang miskin dan malas?”
Ya Gusti, sungguh teganya mulut kita menerkam bagai anjing gila. Kita bukan saja layaknya anjing gila, tapi bahkan hantu belau tak menapak yang lupa akan daratannya. INGATLAH ! bahwa kelas sosial kita sebagai mahasiswa yang dipersiapkan menjadi pemimpin masyarakat tertindas. Mereka menunggu kita untuk mengawal mereka bertindak melawan sistem negeri ini yang tak berpihak bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
KINI SAATNYA KITA BERBAKTI UNTUK IBU PERTIWI, UNTUK AYAH DAN IBU, UNTUK BOCAH KECIL DAN IBU-IBU YANG MENGAIS MAKAN DI JALANAN. SAAT SISTEM HARI INI TIDAK LAGI MEMIHAK MASYARAKATNYA, SAAT PEMIMPIN KITA DISIBUKKAN UNTUK MENGISI PERUT GENDUTNYA, HANYA ADA SATU KATA : “LAWAN”
Kawan, inilah persembahan dariku untukmu. Mungkin juga surat ini surat yang terakhir dariku untuk kalian karena besok atau lusa atau minggu depan atau sampai kapan pun, aku tetaplah seorang demonstran. Aku akan berada di garda paling depan untuk menghantarkan suara-suara rintihan keluargaku yang ada di jalanan. Aku tak peduli, bila nanti aku tumbang, saat mengulurkan tangan kiriku menggenggam sang merah putih dikolong langit nan indah bumi pertiwi ini, aku akan tetap tegar berdiri dan berteriak menghadang lawanku di depan sana. Sekompi polisi yang menghadang membentengi penguasa gila di istananya sekalipun akan aku lawan. Karena barang siapa yang menghalangi aku untuk mencapai perubahan adalah musuh bagiku.
Barangkali persepsi kalian aku ini gila, ku sia-siakan hidup ini untuk suatu hal tak masuk akal bagi kalian. Aku ingat, saat aku menginjak dewasa umur 17 tahun di tahun 2008 kemarin, aku mencari tahu kenapa aku harus ada di bumi ini? Mengapa aku dilahirkan oleh keluarga bahagia ini dalam sulitnya hidup di Jakarta?
Inilah aku sang MANUSIA, bagian dari spesies Homo Erectus (manusia berpikir). Yang ku tahu, bahwa manusia bisa mati kapan saja sesuai kehendak-Nya. Tapi untuk apa aku hidup kalau selama hidupku tidak pernah membahagiakan sesamaku, untuk apa aku hidup kalau aku tidak berguna bagi Tuhan, bagi negara, bagi keluarga, bagi sesama manusia, dan bumi beserta seluruh isinya.
Aku harap jika tiba saatnya nanti, setidaknya aku pernah membahagiakan kalian, aku pernah berguna untuk ibu pertiwi ini, untuk keluargaku, dan untuk sesamaku. Aku pun tahu dari ibu, saat aku dilahirkan di sebuah bidan kecil, ayah mencari kesana-kemari biaya persalinan kelahiran anak laki-laki pertamanya. Untung saja, lewat Jeri payah usaha ayahku pada masa itu, aku dilahirkan sehat walafiat. Aku tumbuh berkembang oleh pendidikan keluarga yang mandiri, pelajaran kewarganegaraan yang lebih banyak aku dapat daripada di sekolah. Tidak salah lagi, bahwa kedua orangtua ku mengharapkan aku tumbuh sebagai manusia yang berguna bagi sesama.
“Soekarno boleh mati, Soe Hok Gie boleh mati, Che Guevara boleh mati, Yap Yun Hap boleh mati, Gus Dur juga boleh mati, tapi sampai saat ini jasad merekalah yang sudah mati bukan perbuatan mereka yang akan selalu dikenang selamanya”
PERNAH ADA SEORANG DI BUMI INDONESIA INI!!!

image
image
@bagusraditya78  


Baguz Raditya

creative By :
Nurahmanu Bagus Fajar Raditya  (Kadept. INFOKOM dan Sosiologi Pembanggunan FIS)

MPA Sosiologi 2011

siang sosiolog muda.
pada tanggal 16 agustus 2011, kita sudah menjalankan sebuah kegiatan yang kedalam kategori BESAR yaitu mpa jurusan SOSIOLOGI 2011. sangatlah menarik bisa tergabung di dalam sebuah lingkaran panitia MPA 2011, dan acara tersebut  terselengara dengan baik, tanpa bantuan teman-teman BEMJ Sosiologi maupun yang di luar keanggotaan BEMJ sosiologi dan partisi-pasi teman-teman 2011. terimakasi semua!!
unek-unek maupun kesenangan peserta dan peserta MPA 2011:
-Yodi (Ketua BEMJ Soiologi 2011)
image
Alhamdulilah,luar biasa dan penuh semangat MPA Sosiologi, sosiologi yang penuh warna membentuk sebuah keharmonisasian bersama meraih prestasi yang gemilang!
-Wijayanti Sasmita (Kadep.PSDM BEMJ Sosiologi2011)
image
Alhamdulillah berjalan lancar,semua pembicara datang,ditambah kehadiran para mantan ketua seperti bang Nova,bang Johan,bang Jaka Taruna,dan mba Kresna jadi momen langka. apresiasi maba juga bagus, terbukti dari sms yang masuk abis selesai acara. Apalagi closingnya kita nyayi yel-yel bersama. SERU ABIS BUAT MPA 2011!!
-Bagus Raditya (Kadep.INFOKOM BEMJ Sosiologi 2011)
image
ok, ya mungkin terima kasih atas partisipasi teman-teman sekalian mungkin tanpa kerja keras kalian semua ga akan seperti ini, tetap semngat dan jangan takut untuk memberi sebuah tenaga untuk MPA tahun depan!! untuk temen-temen 2011 yang benar kuliahnya nanti dan jngan lupa kalian masih pnjang jalannya. buat infokom maaf kalau saya ada salah. maaf semua!!
Ibnu Nafis (Wakadep.Minat Bakat BEMJ sosiologi 2011)
image
” panitia dan peserta hebat “


Yuwan Caesa Utami & Atik Kurniawati (Sekertaris & Kreator Mading INFOKOM 2011)
image
Alhamdulillah acaranya lancar dan sukses. Mabanya keren - keren dan hebat ! Selamat datang di keluarga besar sosiologi ya !dan pokonya semua tetap semangat untuk menjalankan semua proker yang belum terlaksana!!

Afriani ( photographer INFOKOM BEMJ Sosiologi 2011)
image
” I love a part of the last moment Harmonisasi MPA Sosiologi, I feel warm and so cool. Good job! “


-Wahyu Alaska (pend sosiologi 2011)
image
menurut gue MPA kemarin seru banget dan banyak manfaatnya. Senior seniornya juga baik-baik dan ga menyiksa para maba 
Walaupun agak lelah tetapi semua itu kebayar karena MPAnya ga ngebosenin,sangking semangatnya suara gue ampe ilang karena yel yel terus. 
Segitu aja mungkin. 
-Mulara Haloman sinaga (pend sosiologi 2011)
image

Tertib, rapih, sound sistem lumayan lah, fasilitas dan tempat nyaman, susunan acara bagus tapi games atau hiburannya kurang.


-Syifa Fauziah (Pend Sosiologi 2011)
image
Thaks, buat kaka-kaka BEMJ Sosiologi!


-Randy Adrianto (Sosiologi Pembanggunan 2011)
image
  Hari ini beda,berkesan seru,yang penting Sosiologi satu!!
mungkin cuma segini dulu ya, terima kasih yang sudah berpartisipasi panitia maupun teman-teman 2011 semua, sampai ketemu tanggal 5 september nanti.

by: Departemen INFOKOM BEMJ Sosiologi 2011